Pengadilan Agama Nunukan Ikuti Zoom Meeting Menuju Lingkungan Peradilan Bebas Pelecehan: Kolaborasi Mahkamah Agung RI dan Supreme Court of North Carolina, USA.
Nunukan, 17 Oktober 2025. pa-nunukan.go.id
Pengadilan Agama Nunukan mengikuti kegiatan Zoom Meeting yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Badan Perhimpunan Hakim Perempuan Indonesia (BPHPI) bekerja sama dengan Supreme Court of North Carolina, USA., pada jumat, 17 Oktober 2025 pukul 10.00 WITA di ruang Media Center Pengadilan Agama Nunukan. Berdasarkan undangan Direktorat Jenderal Peradilan Agama nomor: 2769/DJA/DL1.10/X/2025, tertanggal 14 Oktober 2025 menindaklanjuti memorandum Yang Mulia Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 21/KM.BIN/HM3.1.2/X/2025 Tanggal 9 Oktober 2025 Perihal Himbauan untuk Mengikuti Seminar Nasional Program Pertukaran Pengetahuan Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) dengan topik "Sexual Harassment at Workplace 101 & How AmericanCourts Handle Harassment and Bullying in the Workplace" secara daring.

Acara ini diikuti oleh para hakim serta aparatur pengadilan di satuan kerja pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding di 4 (empat) lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung RI. Pengadilan Agama Nunukan menugaskan Hakim, Zuhriah, S.H.I., M.H., serta staf pelaksana, Rismawati, Amd.AB untuk mengikuti seminar nasional daring tersebut.
Dalam seminar ini keynote speech disampaikan oleh Dr. Yarsardin, S.H., M.Hum., selaku ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) dan juga bertindak sebagai responder adalah Dr. Nani Indrawati, S.H., M.Hum., selaku ketua Badan Perhimpunan Hakim Perempuan Indonesia (BPHPI), yang berfokus pada gambaran besar pelecehan seksual di tempat kerja: pencegahan, penanganan, dan perlindungan hukum yang telah dilaksanakan di Indonesia.

Selain itu, terdapat 2 (dua) narasumber yang terdiri dari tim Never Okay Project, dan dari Wake Country District Court, North Carolina, USA. Materi pertama dari Never Okay Project ibu Ilmelda Iris, dengan topik "Sexual Harassment at Workplace 101”, yang berfokus pada advokasi kebijakan dan pencegahan kekerasan seksual di berbagai instansi di Indonesia. Dalam pemaparannya diketahui bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) dan Never Okay Project, ditemukan bahwa 70,81% pekerja Indonesia pernah mengalami bentuk kekerasan atau pelecehan seksual di tempat kerja. Sedangkan 74,29% di antaranya menerima candaan atau komentar seksual tanpa persetujuan, sementara 47,14% mengalami sentuhan fisik yang tidak diinginkan. Temuan ini memperkuat pentingnya mekanisme pencegahan yang sistematis di lembaga publik, termasuk di lingkungan peradilan.

Setelah itu Materi terakhir disampaikan oleh Ashleigh Parker, Hakim pada Wake Country District Court, North Carolina, USA., yang mengangkat topik “How American Courts Handle Harassment and Bullying in the Workplace", membahas perspektif perbandingan mengenai praktik dan kebijakan di Amerika Serikat dalam menangani pelecehan dan perundungan di tempat kerja, termasuk kode etik peradilan, mekanisme pengaduan dan perlindungan internal.

Tujuan kegiatan seminar ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman aparatur Mahkamah Agung dalam mengenali isu pelecehan seksual di tempat kerja, sekaligus mendorong terciptanya lingkungan kerja peradilan yang aman dan inklusif melalui pemahaman tentang pentingnya psychological safety. Seminar ini juga bertujuan menyediakan ruang bagi pertukaran pengalaman dan praktik baik antara Mahkamah Agung dan lembaga peradilan dari negara lain dalam penanganan kasus pelecehan serta perundungan di tempat kerja. Selain itu, kegiatan ini diharapkan dapat membangun kesadaran institusional bahwa isu pelecehan seksual bukan hanya persoalan moral atau individu, tetapi juga merupakan bagian dari tata kelola kelembagaan dan integritas organisasi. Pada akhirnya, seminar ini menjadi langkah awal menuju perumusan kebijakan internal Mahkamah Agung terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan peradilan, sejalan dengan semangat kesetaraan gender dan reformasi peradilan yang telah diinisiasi melalui PERMA No. 3 Tahun 2017.

Harapan dari pelaksanaan seminar nasional ini adalah meningkatnya pemahaman dan sensitivitas aparatur peradilan terhadap isu pelecehan seksual serta dampaknya terhadap integritas, produktivitas, dan budaya kerja di lingkungan peradilan. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kelembagaan mengenai pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk pelecehan. Selain itu, melalui seminar ini diharapkan dapat teridentifikasi berbagai praktik serta mekanisme penanganan yang efektif dari lembaga-lembaga lain, baik di dalam maupun luar negeri, yang nantinya dapat dijadikan rujukan bagi Mahkamah Agung dalam merumuskan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Harapan lainnya adalah meningkatnya komitmen pimpinan dan aparatur peradilan untuk berperan aktif dalam membangun budaya kerja yang saling menghormati, inklusif, serta berlandaskan prinsip keadilan gender. (risma)